Minggu, 21 Oktober 2012

Perkembangan simulasi dan teknologi di bidang kedokteran, manufaktur dan bangunan


Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Bidang Kedokteran

Perkembangan  Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mencakup berbagai  bidang.
Berbagai bidang yang kompleks dapat diakses secara jarak jauh. Perkembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi  juga  memegang peran yang penting di bidang medis. Tenaga kesehatan wajib
mengerti dan memahami tentang  dasar–dasar Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
mendapatkan manfaat secara optimal dari perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi Informasi
dan Komunikasi. Seperti dari internet.
Internet adalah jaringan informasi komputer mancanegara yang berkembang sangat pesat dan
pada saat ini dapat dikatakan sebagai jaringan informasi terbesar di dunia. Dengan adanya internet,
hubungan menjadi luas tanpa jarak. Informasi dari belahan dunia manapun dapat diperoleh dengan
cepat. Kecanggihan yang ada dalam internet, sepertinya sudah merupakan tuntutan yang tidak dapat
dihindari lagi.
Di bidang kedokteran, internet menjadi hal yang penting.  Di masa lalu, sudah terasa bahwa
sarana bahwa sarana komunikasi yang ada tidak mampu lagi menunjang secara efektif dan efisien
suatu pertukaran informasi yang  kompleks. Untuk mendapatkan rekaman video dari luar negeri
dibutuhkan waktu yang agak lama. Tetapi sejalan dengan perkembangan Teknologi Informasi yang
ada saat ini berbagai publikasi di bidang kedokteran menjadi sangat mudah diperoleh. Simulasi
kedokteran banyak tersedia untuk khusus diakses oleh tenaga kesehatan atau yang tersedia untuk
pasien dan masyarakat luas. Tidak hanya itu, penggunaan internet di kalangan tenaga medis telah
menciptakan banyak forum diskusi ilmiah untuk saling bertukar informasi secara mudah dan cepat.
Sehingga para dokter dapat memperoleh informasi kesehatan terbaru dan menerapkannya. Sering
disebut dengan istilah  Evidence Based Medicine. Dokter akan cepat tetinggal informasi kesehatan
terbaru apabila tidak menguasai Informatika Kedokteran.
Informatika Kedokteran menurut Edward H. Shortliffe adalah "Disiplin ilmu yang berkembang
dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta
pengetahuan biomedik secara optimal untuk tujuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.“
Informatika Kedokteran di Internasional pun berkembang pesat. Terbukti dengan adanya organisasi
tingkat dunia yang bergerak dalam bidang Informatika Kedokteran yang diakui oleh WHO. Organisasi
tersebut adalah International Medical Informatics Association (IMIA).
Hasil pemeriksaan laboratoris yang bermacam-macam baik berupa teks, angka maupun gambar
seperti  kardiologi, patologi, radiologi, kedokteran nuklir, dan neurologi tersedia dalam format.



Perkembangan simulasi dan teknologi di bidang MANUFAKTUR.
1. Pengantar Penerapan Teknologi Simulasi
Dalam tulisan kali ini saya ingin memperkenalkan bagaimana dunia militer memakai secara maksimal teknologi simulasi untuk menghasilkan peralatan perang yang lebih baik daripada generasi sebelumnya. Saya mengambil contoh penerapan Finite Element Analysis (FEA) dengan menggunakan software komersial LS-DYNA untuk menganalisa kekuatan bahan perisai baja terhadap hantaman peluru senapan otomatis. Inti dari FEA ini adalah sebuah metode perhitungan yang disebut dengan Finite Element Method (FEM), dalam bahasa Indonesia kita sebut dengan metode elemen hingga.
FEM adalah sebuah istilah untuk teknik kalkulasi numerik yang sangat praktis dan mudah diterapkan untuk berbagai masalah-masalah rekayasa. Prinsip FEM adalah penghitungan fenomena fisika kompleks yang disederhanakan dengan cara membagi-bagi sebuah obyek menjadi banyak elemen, lalu satu-persatu elemen tersebut dicari penyelesaiannya, dan akhirnya semua penyelesaian tersebut digabung untuk mendapatkan penyelesaian secara keseluruhan (1). Istilah FEA, pada prakteknya dimaksudkan sebagai metode analisa menggunakan FEM sehingga fenomena sebenarnya dapat disimulasikan di layar computer. Pada awalnya FEA hanya diterapkan oleh industri-industri besar seperti industri pesawat terbang, kapal laut, atau mobil. Seiring dengan makin terjangkaunya harga komputer berkemampuan tinggi, dewasa ini FEA telah dipakai secara luas oleh industri kecil dan menengah di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang dan Eropa. Dalam sepuluh tahun terakhir FEA juga sudah diterapkan secara besar-besaran di Cina dan India.
Keuntungan menerapkan simulasi dalam proses rekayasa produk (dikenal dengan istilah CAEComputer Aided Engineering) jelas, anda tidak perlu membuat cetak biru di tahap awal, cukup membuat disain yang detail. Langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai eksperimen secara virtual terhadap disain tersebut. Selain waktu pengembangan produk yang bisa diperpendek, jenis eksperimen bisa lebih banyak. Gampangnya seperti ini, sebuah rumah kotak hitam bisa diuji kekuatannya apakah tetap berfungsi baik bila tenggelam di laut dengan kedalaman ribuan meter, tanpa harus membuat alat uji dengan tekanan ribuan atmosfer. Dengan penerapan simulasi yang benar, jumlah uji fisik yang sebenarnya dapat dikurangi secara signifikan dan hanya perlu dilakukan pada tahap akhir pembuatan cetak biru saja. Tetapi, ada syarat agar dapat melakukan uji virtual dengan benar yaitu, pemakai FEA/CAE harus mengerti dengan baik fenomena fisika yang dianalisanya. Tanpa pemahaman mendasar yang cukup untuk masalah yang dianalisa, hasil FEA/CAE hanya akan membawa kepada kesimpulan yang salah, dan akibatnya bisa sangat fatal.
3. Sejarah LS-DYNA
Sebelum saya menampilkan contoh simulasi bagaimana sebuah peluru menembus perisai baja, ada baiknya kita mengenal sedikit software yang digunakan, yaitu LS-DYNA. LS-DYNA adalah sebuah software komersial yang berbasis FEA, software ini banyak digunakan untuk melakukan analisa fenomena fisika dinamis seperti benturan atau ledakan.
Cikal-bakal LS-DYNA adalah DYNA3D, yang dikembangkan oleh Dr.John Helmquist saat bekerja di Lawrence Livermore National Laboratory, Los Alamos, Amerika Serikat tahun 1970-an. Saat itu DYNA3D banyak digunakan untuk menghitung ketahanan dinding tank terhadap rudal anti-tank atau ketahanan dinding bunker terhadap ledakan bom. Setelah berhenti dari Livermore Laboratory, Dr.Helmquist mendirikan Livermore Software Technology Corporation (LSTC) dan mengembangkan lagi DYNA3D untuk tujuan yang lebih general yaitu memecahkan berbagai macam fenomena fisika terutama yang berkaitan dengan kekuatan material dan struktur. Pada tahun 1988 LS-DYNA 3D diluncurkan dan mendapat sambutan yang baik dari para ahli struktur (2). Setelah melalui berbagai penyempurnaan, LS-DYNA sekarang ini menjadi salah satu software standar untuk menguji secara virtual kekuatan material dan struktur, pada fenomena dinamis seperti tabrakan mobil, kapal laut atau pesawat terbang.
4. Simulasi Peluru Menembus Perisai Baja
Saya akan menampilkan simulasi sebuah peluru yang dilontarkan dari laras M16 menghantam perisai yang terdiri dari dua lapis lembaran baja. Dimensi peluru yang digunakan di sini mendekati ukuran-ukuran sebenarnya. Simulasi ini mendemonstrasikan bagaimana FEA dapat memvisualisasikan proses peluru membentur dan melubangi perisai baja yang memiliki karakteristik tertentu. Agar dapat dipahami dengan mudah, saya menyertakan rincian proses simulasi beserta hasilnya yang dapat dilihat di file “bullet_strike.zip”. Silakan menyimak detail simulasi di halaman ini. Perlu diingat bahwa simulasi ini hanya untuk tujuan demonstrasi, sehingga banyak dari kondisi sebenarnya yang disederhanakan. Misalnya tidak ada sudut tembak dan efek kenaikan suhu yang diabaikan.
Dari hasil simulasi di atas dapat kita lihat bahwa peluru tidak dapat menembus plat baja pertama untuk simulasi dengan kondisi 1. Pada kondisi 2, peluru dapat menembus sempurna plat pertama dan melubangi plat kedua dengan efek spalling. Dan pada kondisi 3, ketika peluru diberi dengan kecepatan rotasi sekitar 180,000 rpm, plat baja kedua terlubangi lebih besar. Pada prakteknya semua peluru pasti memiliki spin karena ada ulir yang dibuat pada laras senapan dengan tujuan menstabilkan gerak peluru terhadap hambatan udara. Dari hasil simulasi juga dapat kita lihat bagaimana pelat baja menjadi lubang, dan peluru menjadi penyok.
Apakah yang ditampilkan di sini benar-benar sesuai dengan kenyataan? Ini adalah pertanyaan yang hanya bisa dijawab ketika kita sudah melakukan eksperimen dengan peluru dan plat baja sebenarnya. Salah satu tujuan dari simulasi adalah memberikan gambaran umum sebuah fenomena. Dalam kasus ini,karena model material yang digunakan adalah model material sangat sederhana dan hanya untuk tujuan demonstrasi, kemungkinan besar hasilnya tidak sama dengan kenyataan sebenarnya. Namun dari telaah awal hasil simulasi, mekanisme yang diperlihatkan di layar komputer bisa dikategorikan “cukup logis” (considerably logic).
Sampai di sini, biasanya langkah selanjutnya adalah verifikasi hasil simulasi dengan hasil eksperimen. Bila hasil simulasi dan eksperimen cukup mirip, yang berarti simulasi cukup valid, langkah berikutnya adalah mengubah karakteristik material yang diuji dan mencoba berbagai kondisi peluru. Misalnya menerapkan karakteristik baja campuran yang lebih bervariasi atau mengubah sudut tembak peluru, besar dan kecepatannya.

Perkembangan simulasi dan teknologi di bidang BANGUNAN.


Jika seorang menulis dengan sebuah word processor, melengkapi tulisannya dengan foto-foto digital, mengirim semuanya itu lewat e-mail, dan karya tulis dan foto itu kemudian diubah menjadi sebuah situs yang hanya dapat dibaca di Internet, maka tulisan itu tersebut termasuk dalam katagori “born digital" alias terlahir dalam keadaan sudah digital. Semua materi yang pada dasarnya dibuat sebagai materi digital dan akan digunakan dan dipertahankan sebagai materi digital, merupakan materi yang born digital. Istilah born digital digunakan untuk membedakan materi itu dari dua materi lainnya, yaitu: 1) materi digital yang merupakan hasil konversi dari materi analog, misalnya sebuah lukisan yang dipotret dengan kamera digital, atau sebuah buku yang dipayar (scanned) untuk dijadikan buku-elektronik, dan 2) materi dibuat sebagai materi digital tetapi kemudian dicetak di atas kertas atau bentuk-bentuk lainnya.
Setelah komputer menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita, maka materi-materi yang born digital ini semakin banyak. Permainan (games) komputer dan musik serta film yang sepenuhnya dihasilkan dalam bentuk digital, adalah contohnya. Di beberapa bidang, materi digital seringkali tak tergantikan oleh materi lainnya, atau akan menjadi terlalu merepotkan kalau diubah menjadi bentuk lain. Misalnya, materi-materi yang dihasilkan oleh program Computer Aided Design untuk membuat model-model produk di dunia industri dalam bentuk gambar digital tiga dimensi untuk dilihat di layar. Para arsitek dan perancang produk saat ini sangat bergantung pada materi digital seperti itu. Demikian pula materi digital yang digunakan untuk simulasi dalam kajian-kajian fisika, atau simulasi proses bisnis yang menggunakan program spreadsheet. Memang model atau simulasi ini dapat dipindahkan ke atas kertas, namun tentu saja ada banyak hal yang tidak dapat dilakukan di atas kertas. Itu sebabnya, para pengguna materi-materi itu lebih senang menggunakan bentuk born digital daripada bentuk lain. Para pustakawan, arsiparis, dan dokumentalis akhirnya perlu memikirkan bagaimana cara terbaik menyimpan materi-materi seperti itu.
Untuk keperluan penyimpanan dan pengelolaan dokumen, kita sering pula menggunakan istilah digital work bagi materi yang born digital. Ini berkaitan dengan upaya mengidentifikasi dan mengklasifikasi karya (work) yang akan disimpan di perpustakaan digital. Dalam hal ini, pustakawan digital diharapkan memahami beberapa hal pokok yang muncul akibat kehadiran materi digital yang mulai mmbludak; misalnya perbedaan antara karya (work) dan perwujudan (manifestation) dan berkas komputer (computer file). Banyak perpustakaan kini mengurus buku yang memiliki wujud alias manifestasi digital, sehingga harus disimpan dan dikelola dengan cara khusus, bersama-sama dengan karya yang benar-benar hanya berbentuk digital atau sering juga dikategorikan sebagai single manifestation work. Persoalan ini dibahas lebih lanjut di bawah tajuk Functional Requirements for Bibliographic Records (FBBR). Dalam praktiknya, perbedaan dan keragaman maninfestasi karya ini menimbulkan persoalan khusus dalam pengatalogan. Contoh kerepotan ini, misalnya, dialami oleh pengelola World Catalog atau biasa disingkat WorldCat – sebuah katalog raksasa yang tersedia di Internet, mengklaim punya lebih dari 1 milyar data katalog dari 10.000 perpustakaan di seluruh dunia[1].
Sebagian besar karya digital (digital works) di WorldCat (yaitu karya yang setidaknya memiliki satu manifestasi digital) adalah karya yang born digital, dan/atau karya yang digital yang tidak diketahui apakah memiliki bentuk lainnya atau tidak. Misalnya, sebuah gambar digital seringkali sebenarnya memiliki bentuk asli dalam bentuk tercetak, tetapi siapa yang menyimpan bentuk itu, dan apakah ada katalognya? Hal-hal yang tampaknya “remeh” seperti ini seringkali akhirnya menimbulkan persoalan, terutama dalam hal penyimpanan untuk waktu lama atau preservasi digital.
Persoalan teknis lainnya yang segera muncul tentu saja adalah persoalan jumlah “ruang digital” yang diperlukan untuk menyimpan materi-materi digital. Jika buku cukup disimpan dalam sebuah rak, dan rak tersebut kasat mata sehingga mudah dikelola secara fisik, maka materi-materi digital memerlukan tempat yang tidak dapat langsung dilihat besar-kecil daya tampungnya. Kalau kita bicara ukuran sebuah hard disk di komputer, maka kita tidak bisa langsung “melihat” ukuran tersebut, dan ukuran fisik sebuah media penyimpan tidak langsung memperlihatkan kapasitasnya; tengok saja ukuran flash disk saat ini! Tambahan lagi, teknologi media penyimpan digital ini masih terus berkembang, dan apa yang digunakan 10 tahun silam belum tentu dapat digunakan lagi sekarang. Kalau kita menyimpan informasi dalam bentuk buku, maka bentuk itu dapat tetap dipertahankan selama 100 tahun, asalkan fisik kertasnya dirawat dengan seksama. Kalau kita menyimpan informasi dalam bentuk floppy disk 10 tahun yang lalu (apakah Anda masih ingat bentuk disk ini?), maka besar kemungkinan sekarang kita kerepotan menemukan alat untuk membacanya, kecuali kita menyimpan pula alat itu.
Jadi, materi-materi digital, dan terlebih-lebih materi yang born digitalmembawa serta dua persoalan sekaligus, yaitu persoalan media penyimpan dan alat bacanya. Ini mirip dengan persoalan media penyimpan film mikro (micro film) yang kini nyaris punah. Media ini hanya dapat dibaca dengan pembaca mikro (micro reader) yang sudah tidak diproduksi lagi. Ketika teknologi komputer muncul, banyak film mikro yang diubah menjadi berkas komputer. Apakah persoalan selesai? Ternyata tidak. Berkas komputer itu pada mulanya disimpan dalam floppy disk, tetapi dalam waktu cepat teknologi berubah, dan kini floppy disk pun sudah jarang -kalau tidak dapat dikatakan tidak lagi- diproduksi. Perubahan dalam teknologi komputer amat cepat, jauh lebih cepat dari perubahan teknologi media mana pun yang pernah dikenal manusia. Akibatnya, pihak-pihak yang berurusan dengan penyimpanan materi digital harus mengikuti terus perkembangan teknologi media penyimpan komputer.
Khusus untuk materi yang born digital dan yang tidak mungkin sama sekali diubah menjadi materi bentuk lain, pengelola lembaga penyimpanannya harus pula memikirkan cara terbaik menyimpan versi program untuk membaca materi tersebut. Misalnya, jika sebuah berkas digital dihasilkan oleh AutoCad (salah satu program disain berbantuan komputer) versi awal yang muncul sekitar 10 tahun lalu, maka seorang pustakawan digital harus segera memastikan bahwa dia menyimpan pula program versi awal tersebut, kalau-kalau diperlukan oleh pengguna di masa kini (yang mungkin tidak punya lagi program itu). Atau setidaknya, si pustakawan digital harus memastikan bahwa materi buatan 10 tahun yang lalu itu masih dapat dibaca oleh versi-versi AutoCad terbaru. Mungkin dia harus melakukan beberapa kali konversi, dan menyimpan hasil-hasil konversi ini secara terpisah. Dengan kata lain, pustakawan yang mengurusi sebuah materi born digital barangkali harus juga harus sangat paham tentang program komputer pembuat dan pembaca materi tersebut!
Para arsitek bangunan dan insinyur sipil saat ini merupakan para pengguna yang sangat peduli pada masalah penyimpanan materi born digital. Dalam sebuah konfresi internasional di Amerika Serikat tahun 2000[2] (Architectural Records Conference) salah seorang pembicara mengingatkan bahwa ada sebuah “jurang yang menganga” dalam hal penanganan dan pengelolaan berkas-berkas digital di bidang arsitektur dan bangunan, sebab banyak institusi yang kelabakan mengikuti perkembangan teknologi penyimpan dan pembaca program-program disain berbantuan komputer. Seorang pembicara lain mengatakan ada "25 year gray area" dalam bidang dokumentasi arsitektur dan bangunan sipil karena kurangnya perhatian terhadap dokumentasi digital. Persoalan tambah rumit karena kalau pun ada beberapa institusi yang sudah rajin menyimpan materi digital bidang arsitektur, maka tetap ada kesulitan dalam tukar menukar atau saling pinjam karena tidak ada kesepakatan dalam hal cara menyimpan dan membaca hasil simpanan itu. Persoalan dalam bidang arsitektur ini patut menjadi contoh dari kerepotan yang harus dihadapi pustakawan digital.
Ongkos untuk menyimpan materi born digital juga tidak kecil, terutama kalau kita memperhitungkan juga ongkos melatih pustakawan merawat materi itu sekaligus mengikuti perkembangan teknologi komputer. Seringkali, para pengelola preservasi digital ini harus membujuk para pengguna untuk ikut ‘menanggung ongkos’, terutama ongkos mengembangkan perangkat lunak pembaca materi born digital. Misalnya, perpustakaan lalu tidak perlu memperbarui (update) perangkat lunak setiap kali ada versi baru. Cukup menyediakan materi dalam bentuk versi lama atau versi orisinal, dan mempersilakan pengguna mengupayakan sendiri perangkat lunak yang dapat membaca atau mengubah (konversi) materi tersebut. Ini terutama terjadi di bidang yang spesifik, misalnya arsitektur dan industri besar yang menggunakan perangkat-perangkat lunak berharga mahal.
Di negara-negara yang saat ini sudah mulai banyak bergantung kepada materi digital, persoalan born digital seringkali menjadi masalah nasional. Di Amerika Serikat, misalnya, sebuah studi di tahun 2003 yang dilakukan Art Institute of Chicago dan melibatkan para arsitek, ilmuwan, kurator musium dan teknolog, menunjukkan bahwa ternyata tidak satu pun museum atau badan arsip di negeri itu yang punya kesiapan memadai dalam menyimpan dan mengelola materi born digital. Hasil kajian ini mendorong pembentukan sebuah komite yang merekomendasikan penggunaan model Open Archival Information System (OAIS) untuk kepentingan penyimpanan dan pengarsipan data digital. Dalam rekomendasi tersebut, ada ketentuan tentang enam langkah pengelolaan materi, khususnya yang born digital, mulai dari penyiapan (preparing), pengumpulan dan pengolahan (collecting and processing), pengatalogan (cataloging), penyimpanan (storing), perawatan (preserving), dan penyediaan akses (accessing digital design data). 


Sumber :
http://medicine.uii.ac.id/upload/artikel/Perkembangan%20Teknologi%20Informasi%20dan%20Komunikasi%20di%20Bidang%20Kedokteran.pdf
http://www.tandef.net/sekilas-contoh-penerapan-teknologi-simulasi-di-dunia-militer
http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/207-born-digital-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar